![]() |
Mahasiswa Unikama |
Di Alam Kemerdekaan, setiap orang berhak mengkhayalkan apapun yang ingin dicapainya. Di samping melakukan aktivitas akademik, berbicara tentang pembebasan dan kebebasan revolusi, berarti juga menciptakan kreasi-kreasi baru, kreasi-kreasi dalam dunia impian bagi para pendamba kedamaian, ketika kebenaran mulai terusik.
Bagi para pemuda Indonesia umumnya, revolusi memiliki arti lebih luas daripada kemerdekaan bangsa, kedaulatan negara, dan kemerdekaan ekonomi. Kemerdekaan merupakan pembaharuan atas segala nilai hidup, guna mewujudkan segala cita-cita yang mereka anggap tepat dan berguna untuk mengisi “wadah kemerdekaan”, kemerdekaan merupakan kebebasan dari segala nilai-nilai lama, nilai-nilai baru yang juga tidak jelas artinya, merupakan suatu harapan dan suatu “mimpi indah”, tempat diatas akan dibangun suatu masyarakat baru yang akan membawa “surga diatas dunia”. Dimana setiap orang berhak bermimpi untuk mempertanyakan tentang sebuah kebenaran.
Hari-hari ini adalah saat-saat genting bagi para aktivis, bagi para pencipta kreasi-kreasi baru, disamping kecaman yang mengusik kebebasan dan pembebasan mereka juga disuruh menghafalkan tentang lagu-lagu kebenaran dalam perspektif para penguasa. Apakah kini Mahasiswa pada umumnya para aktivis yang terusik atau para penguasa yang terusik, ketika seruan-seruan media telah mengusik kebenaran. Tapi tidak ada guna pertanyaan-pertayaan dalam konsepsi mencapai sebuah kejelasan, karena hal ini menguat bahwa lebih banyak yang tidak mengerti dan merasa tercappakkan atas yang harus dipikul begitu berat.
Berat juga bagi aktivis, khususnya para aktivis Universitas Kanjuruhan Malang, yang setiap hari mendengarkan khotbah-khotbah para penguasa tentang kebenaran, sedangkan dilain sisi mereka ditarik pada seruan-seruan Media, yang memampang jelas tentang ketidak absahan-nya para pejabat kampus. Bagi para pencinta kebenaran, hal ini tentu merupakan suatu seruan perjalanan yang sangat berat, berfikir dan bertindak berarti menarik diri mereka untuk dimusuhi oleh para lembaga, terhenti pada kebenaran yang masih absurd berarti mencederai nilai-nilai intelektualitas mereka.
Apa lagi akhir-akhir ini, para mahasiswa yang dituduh telah mengusik kedamaian, mereka bertindak atas nama revolusi, dihujat habis-habisan dan ruang gerak mereka dibatasi dengan kecaman-kecaman yang tidak ber-etika. Sjahrir melukiskan revolusi sebagai “ soal perjuangan mengenai kehidupan dan nasib rakyat kita yang tidak dapat dan tidak boleh diperlakukan sebagai soal sendiri, soal menunjukkan jalan pada rakyat semata-mata soal perhitungan dan bukan soal kehendak diri kita sendiri”.
Maka bagi para intelegensi muda, sudah saat bergerak atas apa yang harus diteriakkan, apa yang diketahui adalah harga mati, bukan tertidur pada nyanyian-nyanyian setiap hari didendangkan oleh para penguasa, tertidur lelap dalam kedamian sendiri, revolusi diukir bukan atas penghargaan diri sendiri, akan tetapi revolusi adalah cerminan nasib dan kehidupan rakyat. Mahasiswa harus tetap mempertahankan idealismenya, berteriak atas dasar kepentingan revolusi, tidak peduli para penguasa menyukainya atau tidak, soe hok gie berkata “Guru yang tak tahan kritis harus dibuang kekeranjang sampah”. Maka jika penguasa berteriak atas dasar menjaga kenyataan pada kebenaran padahal jelas-jelas kebenaran diteriakkan dalam berjuta perspektif. Dunia dinilai dan dipandang sebagai sebuah kebenaran tetapi kebenaran, yang terusik maka idea dan isme Mahasiswa bertanggung jawab sebagai penengah dari para penguasa dan media yang mempertanyakan kembali arti keabsahan lembaga, bukan diam dan tertidur pulas dalam nyanyian dan khotbah para penguasa.
No comments:
Post a Comment