Tuesday, March 18, 2014

Pendidikan Sebagai Ladang Politik tanpa Profesionalitas Guru



 “ Setiap rumah adalah institusi pendidikan,
Setiap orang adalah pengajar,
Dengan atau tampa ordonansi” 
                                   (Ki Hajar Dewantara)



Sekapur sirih pendidikan
            Pendidikan adalah fenomena insani yang sangat padat. Bisa dilihat berbagai macam sudut dan dengan berbagai macam titik tolak ukur. Pendidikan merupakan sesuatu yang vital bagi pembentukan karakter sebuah peradaban dan kemajuan yang mengiringinya. Termasuk bangsa ini yang kini telah menunggu peran implementasi pendidikan yang mencerdaskan, membawa kehidupan bangsa yang beradap, berdaya saing tinggi, bekualitas dan mandiri. Sebagaimana yang telah diamanatkan dalam konstitusi negara ini untuk melahirkan individu-individu yang merdeka, matang, bertanggung jawab dan peka terhadap permasalahan sosial.
            Sayangnya, cita-cita sebagaimana yang telah diamanatkan dalam konstitusi bangsa ini seakan masih jauh dari harapan bersama. Sejarah pendidikan dinegeri ini justru selalu di warnai berbagai kepentingan politik praktis dan menjadi kerdil atas ulah segelintir orang. Hal ini menunjukkan disorientasi pendidikan nasional kian menjadi nyata. Tak heran jika pendidikan indonesia hari ini tidak mampu mellakukan hal-hal yang konstruktif. Justru menjadi buta terhadap dunia kapitalis yang tengah menghegomonya, sehingga terjerumus pada ideologi hedonis dan tidak lagi dapat bernalar kritis.

Guru sebagai pelaksana pendidikan bagaimana pendidikan di sumenp?
            Konsep dasar penyelenggara proses pendidikan dan pemebelajaran adalah intraksi personal untuk melakukan proses prubahan kondisi, khususnya kompetensi diri agar dapat dijadikan sebagai sarana untuk menghadapi kehidupan. Perubahan ini dilaksanakan melalui proses adaptasi dan adopsi terhadap segala aspek kehidupan. Dalam melakauan persiapan melakuakan adaptasi maka kita membutuhkan seorang pembimbing atau guru.
            Guru melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan pelatihan kepada anak didiknya sehingga terjadi peningkatan kualitas kompetensinya. Guru menyelenggarakan proses pendidikan dan pelatihan terhadap peserta didik agar mereka menjadi cerdas, santun dan terampil, yang menjadi harapan untuk dapat menciptakan pola kehidupan masyarakat yang lebih baik. Dengan kemampuan yang dimiliki, setiap permasalahan hidup diharapkan dapat diselesaikan secara cepat dan tepat. Dengan demikian, masyarakat dapat hidup secara nyaman dan mempuyai kesempatan mengembangkan diri secara maksimal. Tetapi entah kenapa kehidupan di negara ini khususnya di daerah sumenep masih belum dapat mencapai tataran yang di amanatkan oleh falsafah dan undang-undang dasar.
            Entah mengapa cita-cita dan amanat pada pendikan. Dan kemajuan pola pikir peserta didik masih dalam titik awal yang absurd. Di daerah sumenep perkembangan pendidikan masih sangat minim, khususnya pada kepelauan yang jauh dari khayalak ramai. Jika dilihat lagi dari secara analitis, guru-guru didaerah kepulauan belum ada dari pribumi sendiri. Hal ini bukan di sebabkan dari sedikitnya lulusan sekolah menengah atas dari kepulauan ini tidak ada yang melanjutkan studinya sampai kepeguruan tinggi. Akan tetapi hal ini di sebabkan karena sering terjadinya persaingan yang ketat tidak melihat bagaimana kemampuan seorang guru tersebut dan kesanggupan untuk mengajar. Sedangkan guru-guru dari perkotaan yang mengajar kepelosok pulau, seringkali pulang yang menyebabkan murid-murid didikannya tidak maksimal, bukan haya masalah faktor dimana ia mengajar. Akan tetapi faktor politikpun telah ada dalam dunia pendidikan. Jika persaingan peserta didik untuk masuk kesekolah favorit terkadang terkotori dengan manifesto politik kini calon guru juga ikut-ikutan dengan berbagai macam cara untuk menjadi seorang guru mereka bukan lulusan sarjana pendidikan.
Bagaimana jika Guru yang tidak berkarakter dan tidak punya "kepintaran (cerdas)" ikut andil dalam dunia pendidikan. Implikasinya dengan mendapat tunjangan profesi sebesar gaji pokok. Alumni keguruan dan bahkan lulusan non guru, juga ikut-ikutan jadi guru (dengan akta IV) sebagai SIM untuk mengajar. Tidak berlebihan, ketika kita lihat ribuan pendaftar CPNS khusunya di wilayah sumenep untuk formasi guru berebut posisi. Bahkan ada yang rela menjadi korban atau tidak jadi korban (lolos betulan) para calo CPNS. Puluhan juta rupiah mereka keluarkan (nyuap) untuk menjadi CPNS.
Daftar Pustaka:
Sudiarja Sj, A. Budi subarsar Sj, G. Sunardi, St. Sarkim, T. 2006. Karya lengkap Driyarkara esai-esai filsafat pemikiran yang terlibat penuh dalam perjuangan bangsanya. Jakarta: Gramedia.

Saroni, Mohammad. 2011. Personal brending guru. Jogjakarta: Ar-ruzz Media

Rifa’i, Muhammad.  2011. Sejarah pendidikan nasional. Jogjakarta: Ar-ruzz Media

Qomar, Mujamil. 2012. Kesadaran pendidikan  sebuah penentu keberhasilan pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz Media

Darmaningtyas. 2011. Pendidikan Rusak-rusakan. Yogyakarta: LKIS

 

Firs. Februari 2012, ArtikelkuRuwetnya Pemerataan Penempatan Guru di Sumenep. Sumenep : Http//artikelku.blogspot.com update: 06 April 2013






[1] Artikel profesi Keguran di Daerah Sumenep, Artikel ini di kerjalan dalam rangka mengerjakan tugas Profesi keguruan sebagai tambahan Nilai tugas Presentasi
[2]Penulis adalah mahasiswa univer. Kanjuruhan Malang, jurusan FKIP pendidikan geografi.

No comments:

Post a Comment