
“ Setiap
rumah adalah institusi pendidikan,
Setiap
orang adalah pengajar,
Dengan
atau tampa ordonansi”
(Ki Hajar Dewantara)
Sekapur sirih
pendidikan
Pendidikan
adalah fenomena insani yang sangat padat. Bisa dilihat berbagai macam sudut dan
dengan berbagai macam titik tolak ukur. Pendidikan merupakan sesuatu yang vital
bagi pembentukan karakter sebuah peradaban dan kemajuan yang mengiringinya.
Termasuk bangsa ini yang kini telah menunggu peran implementasi pendidikan yang
mencerdaskan, membawa kehidupan bangsa yang beradap, berdaya saing tinggi,
bekualitas dan mandiri. Sebagaimana yang telah diamanatkan dalam konstitusi
negara ini untuk melahirkan individu-individu yang merdeka, matang, bertanggung
jawab dan peka terhadap permasalahan sosial.
Sayangnya,
cita-cita sebagaimana yang telah diamanatkan dalam konstitusi bangsa ini seakan
masih jauh dari harapan bersama. Sejarah pendidikan dinegeri ini justru selalu
di warnai berbagai kepentingan politik praktis dan menjadi kerdil atas ulah
segelintir orang. Hal ini menunjukkan disorientasi pendidikan nasional kian
menjadi nyata. Tak heran jika pendidikan indonesia hari ini tidak mampu mellakukan
hal-hal yang konstruktif. Justru menjadi buta terhadap dunia kapitalis yang
tengah menghegomonya, sehingga terjerumus pada ideologi hedonis dan tidak lagi
dapat bernalar kritis.
Guru sebagai pelaksana
pendidikan bagaimana pendidikan di sumenp?
Konsep
dasar penyelenggara proses pendidikan dan pemebelajaran adalah intraksi
personal untuk melakukan proses prubahan kondisi, khususnya kompetensi diri
agar dapat dijadikan sebagai sarana untuk menghadapi kehidupan. Perubahan ini
dilaksanakan melalui proses adaptasi dan adopsi terhadap segala aspek
kehidupan. Dalam melakauan persiapan melakuakan adaptasi maka kita membutuhkan
seorang pembimbing atau guru.
Guru
melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan
pelatihan kepada anak didiknya sehingga terjadi peningkatan kualitas
kompetensinya. Guru menyelenggarakan proses pendidikan dan pelatihan terhadap
peserta didik agar mereka menjadi cerdas, santun dan terampil, yang menjadi
harapan untuk dapat menciptakan pola kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Dengan kemampuan yang dimiliki, setiap permasalahan hidup diharapkan dapat
diselesaikan secara cepat dan tepat. Dengan demikian, masyarakat dapat hidup
secara nyaman dan mempuyai kesempatan mengembangkan diri secara maksimal.
Tetapi entah kenapa kehidupan di negara ini khususnya di
daerah sumenep masih belum dapat mencapai tataran yang di amanatkan oleh
falsafah dan undang-undang dasar.
Entah
mengapa cita-cita dan amanat pada pendikan. Dan kemajuan pola pikir peserta
didik masih dalam titik awal yang absurd. Di daerah sumenep perkembangan
pendidikan masih sangat minim, khususnya pada kepelauan yang jauh dari khayalak
ramai. Jika dilihat lagi dari secara analitis, guru-guru didaerah kepulauan
belum ada dari pribumi sendiri. Hal ini bukan di sebabkan dari sedikitnya
lulusan sekolah menengah atas dari kepulauan ini tidak ada yang melanjutkan
studinya sampai kepeguruan tinggi. Akan tetapi hal ini di sebabkan karena
sering terjadinya persaingan yang ketat tidak melihat bagaimana kemampuan
seorang guru tersebut dan kesanggupan untuk mengajar. Sedangkan guru-guru dari
perkotaan yang mengajar kepelosok pulau, seringkali pulang yang menyebabkan
murid-murid didikannya tidak maksimal, bukan haya masalah faktor dimana ia
mengajar. Akan tetapi faktor politikpun telah ada dalam dunia pendidikan. Jika
persaingan peserta didik untuk masuk kesekolah favorit terkadang terkotori
dengan manifesto politik kini calon guru juga ikut-ikutan dengan berbagai macam
cara untuk menjadi seorang guru mereka bukan lulusan sarjana pendidikan.
Bagaimana jika Guru
yang tidak berkarakter dan tidak punya "kepintaran (cerdas)" ikut
andil dalam dunia pendidikan. Implikasinya dengan mendapat tunjangan profesi
sebesar gaji pokok. Alumni keguruan dan bahkan lulusan non guru, juga ikut-ikutan
jadi guru (dengan akta IV) sebagai SIM untuk mengajar. Tidak berlebihan, ketika
kita lihat ribuan pendaftar CPNS khusunya di wilayah
sumenep untuk formasi guru berebut posisi. Bahkan ada yang rela menjadi
korban atau tidak jadi korban (lolos betulan) para calo CPNS. Puluhan juta
rupiah mereka keluarkan (nyuap) untuk menjadi CPNS.
Sudiarja Sj, A. Budi subarsar Sj, G. Sunardi, St.
Sarkim, T. 2006. Karya lengkap Driyarkara
esai-esai filsafat pemikiran yang terlibat penuh dalam perjuangan bangsanya. Jakarta:
Gramedia.
Saroni, Mohammad. 2011. Personal brending guru. Jogjakarta: Ar-ruzz Media
Rifa’i, Muhammad.
2011. Sejarah pendidikan nasional.
Jogjakarta: Ar-ruzz Media
Qomar, Mujamil. 2012. Kesadaran pendidikan sebuah
penentu keberhasilan pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz Media
Darmaningtyas. 2011. Pendidikan Rusak-rusakan. Yogyakarta: LKIS
No comments:
Post a Comment