Monday, December 15, 2014

SIAPKAH JADI SARJANA,? ATAU KAU BERIJAZAH SEBAGAI SARJANA PEMBEO DAN PEMBEBEK


Diawal tulisan ini saya ingin menceritakan sebuah peristiwa di Universitas Toronto,  pada tahun 1968 universitas tersebut membagi-bagi ijazah kesarjanaanya kepada para mahasiswanya yang telah lulus dalam suatu upacara wisuda yang sangat meriah dan mengesankan.  Pada saat itu, seorang sarjana yang lulus ujian dengan predikat cumlaude tampil kedepan dan menerima ijaazahnya, akan tetapi ia lantas merobek-robek ijazahnya yang diterimanya itu dimuka hadirin sambil mengomel dan mengumpat  ”Tuan-tuan  yang hadir,  saya merasa percuma telah mendapatkan pelajaran di dalam Universitas. Ijazah ini bagi saya tidak ada hargaya sepersenpun”.
Ketika ditanya mengapa ia berbuat demikian, ia pun menjawab “ sebab selama saya belajar di Universitas ini, banyak yang saya pelajari, akan tetapi tidak satupun dalam pelajaran itu memberikan jawaban kepada beberapa pertanyaan yang membenak dalam hatiku, tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan yang saya terima”. Selanjutnya sang sarja yang lulus cumlaude itupun mengumpat lagi “generasi kami mempuyai bermacam-macam problem. Problem-problem yang merangsang jiwa kami setiap hari, tidak terjawab. Yang di ajarkan hanyalah ilmu. Ilmu dan pengetahuan. Otak kami diisi, jiwa kami tetap kosong” (Lihat di Faisal Ismail, Percikan pemikiran islam)
Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. Dr.Sukaji Ranuwiharjo, dalam upacara wisuda sarjana baru di Art Center Bulak sumur, menyatakan bahwa ijazah bukanlah garis akhir studi perjuangan hidup. Melainkan garis permulaan dari babak baru dalam perjuangan yang semakin meluas. Selanjutnya Prof. Sukaji mengatakan bahwa seorang sarjana harus bersedia belajar selama hidup. Karena pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi mengharuskan mereka belajar terus agar tidak ketinggalan jaman. Disamping itu seorang sarjana harus dapat berdiri secara pribadi, tanpa bergantung kepada siapapun juga. Memiliki disiplin yang teratur, bersifat terbuka. Berani mengambil kesimpulan sebagai sikap pribadi terhadap berbagai masaalah, serta bersedia mempertanggung jawabkannya. Dengan begitu, jelas mereka bukan sarjana pembeo dan sarjana pembebek (Kompas, 10 Mei 1975 dlm Faisal Ismail)
Lantas bagaiman untuk tidak lagi ada sarjana pembeo dan pembebek, maka sistem dan program pendidikan di PT yang mempersiapkan (calon) sarjana harus berorientasi pada pengembangan kreativitas, serta intelektualitas dan kecakapan teknis disamping itu segi-segi pendidikan spiritual tetap diberikan untuk pembinaan budi pekerti, watak dan kepribadian. Jangan memaknai sebuah pendidikan hanya sebatas kegiatan manusia  untuk mewariskan harta kebudayaan dari generasi terdahulu kepada generasi penggantinya yang hanya bersifat “Resensif”, pasif menerima begitu saja. Tetapi pendidikan dan pegajaran adalah berusaha melatih anak didik untuk lebih bersifat “drektif”, untuk mendorong mereka untuk selalu berusaha maju, kreatif dan berjiwa membangun.
Lantas pendidikan di PT Seperti apa? Yuli Ifana Sari menyatakan Sedangkan pendidikan diperguruan tinggi pada umumnya masih menggunakan metode ekpositori dimana dosen memberikan perkuliahan secara transfer ilmu, memberikan contoh dan beberapa latihan dalam bentuk kuis maupun tugas. Pembelajaran masih dipandang sebagai sarana pemindahan ilmu yang dimiliki dosen kemahasiswa, bukan sebagai sarana pengembangan kompetensi mahasiswa melalui pencarian ilmu secara mandiri ataupun terbimbing. (Modul Mapaba I PMII Rayon Ki Hajar Dewantara. Hal. 50).
Apakah sarjana itu masih pembeo dan pembebek, Bagaimana seharusnya pendidikan di Universitas? Menurut Prof. Mukti Ali Lebih daripada mengajarkan hal-hal baru, maka universitas harus memberikan dan mengajarkan hal-hal berikut:
1.       Prisnsip-prinsip perubahan masnyarakat, yang dapat dipergunakan oleh mahasiswa sebagai kunci untuk memahami perubahan-perubahan yang akan  terjadi kemudian. Mahasiswa dipersiapkan untuk dapat menjawab persoalan-persoalan yang mungkin timbul 30 atau 40 tahun yang akan datang, karena mereka akan menghadapi masalah-masalah yang lain sama sekali daripada yang dihadapi sekarang.
2.       Menimbulkan berfikir secara kritis, ruhul intiqazh, critischeiin, dikalangan mahasiswa, karena mendidik adalah usaha untuk mengatarkan orang supaya ia dapat memperkembangkan bakaatnya yang terpendam.
3.       Menimbulkan optimisme dikalangan mahasiswa dengan menyadarkan bahwa ia adalah orang yang cakap dan mempuyai hari depan yang baik, yang karena itu timbullah kegairahan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang pelik yang dihadapi.
4.       Mengajarkan method of approach, sehingga mahasiswa dapat menghadapi masalah-masalah masyarakat yang setiap kali mengalami perubahan.
5.       Menanamkan disiplin intelektual, berfikir secara konsisten,  dengan integritas pribadi, sehingga dengan demikian sanggup menghadapi masalah-maslah yang lebih banyak yang harus mereka hadapi di tengah-tengah masyarakat apabila mereka nanti sudah meninggalkan bangku kuliah.
6.       Mengantarkan mahasiswa supaya mencintai buku. Buku adalah sahabat yang tak pernah dusta. Dengan penguasaan sistem ilmu yang di ajarkan dengan cara pendekatannya, ditambah dengan penguasaan bahasa, maka dunia ilmu pengetahuan akan terbuka lebar bagi mahasiswa.
Bagaimana peranan Universitas dalam pembaangunan? Sedikit mengutip M. Amir Zain yang menyatakan bahwa pendidikan bereriontasi kepada proses pembudayaan dan pembentukaan pradaban.  Faisal ismail dalam hal peranan universitas terhadap pembangunaan juga mengungkapkan di harian “Masa kini” 23 desember 1975 bahwa peranan universitas dalam era pembangunan adalah sangat besar. Kita dapat menyaksikan hal ini dinegara-negara yang telah maju dibidang ilmu dan teknologi ataupun dinegara-negara yang sedang membangun.
Namun bagaimana sekarang diPT, apakah bisa membagun, jika prosesnya seperti apa yang telah dikatakan oleh Yuli Ifana Sari. Dan sarjana-sarjana yang telah banyak jadi pengangguran dan yang bekerja tanpa memahami keterlibatan pembangunan bangsa ini apakah karena sistem dan program PT yang menjadikan mereka sebagai sarjana-sarjana pembeo dan pembebek. Maka pendidikan Di PT perlu meninjau kembali pendapat Prof. Mukti Ali.

No comments:

Post a Comment