Sunday, February 15, 2015

Surat Untuk Kau SahabatKu

*By Sahril
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Kumulai ini dengan salammu berjuang tak sebercanda itu……
            Bila mana nafasku masih berhembus aliran darah sepanas api berkobar menyuarakan semangat diatas perjuangan. Atau diri yang dulu menata bersama jejak-jejak kita diatas pelajaran mengenal perjuangan, menelusuri waktu dalam mencari pengetahuan,  mengabdi tiada henti, bersuara menyapa angin kemenangan. Entah angin apa yang berhembus merengguk segalanya, entah arus apa yang membawa kita mengalir lebih jauh mengikuti jejak zaman dan meninggalkan diri pada kesepian.
            Sahabat, Aku rindu suara nyanyian kita, serentak berkoar menggaung menerobos keletihan diluar batas kebiasaan, dicemo’oh oleh mahasiswa hidonis. Lalu kita bercanda  perjuangan tak sebercanda itu, kita harus mampu menerobos dan mengorbankan apa yang menjadi kehendak diri kita dan mengutamakan apa yang menjadi kehendak bersama. Memang perjuangan tak sebercanda itu sahabat, tapi aku merindukan perjuangan yang penuh kesan dalam pengabdian kita, kala letih menyerang atau lawan menghantam kita masih bisa tetap tertawa bersama disela-sela perjuangan kita.
            Aku merindukan kala kita tertawa membuat orang menangis atas ulah bahasa kita, tapi tangisan itulah yang membuat kita dekat dengan canda, terkadang kau membuatku kesal atau aku yang membuatmu kesal, tetapi ego tak pernah kita kedepankan karena kita dibangun diatas asas bersama. Pengabdian kita membuat mereka takut akan mendengar nama kita. Terkadang engkau menangis ketika bahasa mulai berkoar. Atas nama proses dan mimpi, kita mulai membangun semuanya, yang kutahu tiada ego yang membuat kita merajuk dan kau menangis karena ikhlasnya dan simpatinya diri pada perjuangan dan pengabdian sahabat.
            Perjuangan memang tak sebercanda itu, sehingga aku merindukan nama kita yang dulu yang dibangun diatas kepolosan kita, yang sebatas tahu pengabdian dan perjuangan. Buku apa yang telah kita baca, pengalaman apa yang telah mengajari kita sehingga keseriusan kita menghilangkan semangat pengabdian dan semakin membuat kita saling kesepian. Atas dasar ideologi apa yang kita tanamkan pada jiwa kita, mengapa atas dasar yang sama sangat sulit kini menemukan persamaan lagi diantara kita. Disisi lain banyak yang sudah hilang begitu saja, lupa atas ikrar dan sumpahnya. Apakah kau tidak merindukan itu, masa-masa dimana kita berkumpul, berjuang bersama, saling memberikan pemikiran kita masing-masing, dan saling bekerja dengan keikhlasan. Entah kita semua yang berubah atau dunia kini telah berubah kala kita baru saja terbangun dari tidur kita.
            Sahabat aku tahu kini masa kita bukanlah masa yang dulu, yang dulu bukanlah masa sekarang dimana penerus kita tak seindah kita, kala berjuang bersama. Aku sendiri tidak tahu mereka bagaimana mereka membangun perjuangan itu, entah siapa yang menanam ego pada ladang yang begitu suci ketika kita berjanji untuk mengabdi. Jika nafasku akan terhenti, atau aku tergusur dari ladang pengabdian dan kembali pada jiwa yang belum mengenalmu. Tak ada harapan bagiku untuk kau bercerita tentang kehidupanku kepada mereka, akan tetapi aku berharap kau ajarkan perjuangan tak sebercanda itu, ego bukanlah yang utama, dan tanamkanlah pemahaman terhadap mereka untuk selalu berjiwa besar, mengutamakan pengabdian dan perjuangan bersama daripada memecah belah hanya karena ego dan posisi.
            Harapku sahabat, semoga nanti kita semua bisa bertemu diatas cerita lanyaknya diawal kita baru kali bertemu, bercerita bukan berselisih dan saling membenarkan diri kita masing-masing, aku merindukan kedekatan kita ngobrol serta bercanda, serius kala tempat dan wadah kita terancam, bukan mengancam dan merusak. Aku merindukan kala kita ngumpul bersama dan saling tukar fikiran untuk saling memberikan motivasi bangkit dan berjuang. Biarkan terik matahari yang merekam, atau sepanduk-sepanduk yang bercerita. Biarkan tanpa kita bercerita sejarah akan tetap menampilkan kemesraan kita bersama sahabat. Kemesraan yang dibangun diatas perjuangan dan pengabdian yang tulus.

Akhirnya dengan penuh rasa kagum dan gembira, tetapi juga menangis aku berharap perjuangan selalu hidup, pengabdian dibangun diatas ikhlasnya berjuang tanpa pamrih dan mementingkan ego masing-masing.
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

Malang, 15 Februari 2015

Sahabat Kalian

No comments:

Post a Comment